Kamis, 07 Desember 2017

SAKSI DALAM PERNIKAHAN (Fiqh Munakahat)

SAKSI DALAM PERNIKAHAN


Islam adalah agama dan jalan hidup bagi semesta alam yang berdasarkan kepada firman Allah yang termaktub dalam alqur'an dan sunnah rasulullah. Ada beberapa seperangkat peraturan yang mengikat pada kehidupan manusia dari berbagai aspek kehidupan manusia menjadi tetap beradab dan bernilai ibadah jika saja semua praksis itu di orientasikan kepada Tuhan.
Salah satu ajaran yang terpenting dalam Islam adalah pernikahan (perkawian). Begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam Al-Qur’an terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai masalah pernikahan. Bila kita amati secara mendalam, maka salah satu maksud disyariatkanya agama Islam oleh Allah swt adalah untuk memelihara keturunan.

Pernikahan disyariatkan oleh Islam karena merupakan salah satu usaha untuk memelihara kemuliaan keturunan serta menjadi kunci kemasyarakat. Oleh sebab itu adanya lembaga perkawinan merupakan suatu kebutuhan pokok umat manusia guna memelihara kedamaian dan keteraturan dalam kehidupan. Dengan demikian, maka persoalan perkawinan yang diatur sedemikian rapi oleh Islam bukanlah suatu persoalan yang bisa di kesampingkan begitu saja, tetapi merupakan salah satu institusi suci yang mutlak harus diikuti  dan dipelihara.


1.      Pengertian Saksi dalam Akad Nikah
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia, saksi adalah orang yg melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian). Dalam peraturan perundangan yaitu pada KUHAP Pasal 1 (26) dinyatakan tentang pengertian saksi yaitu:
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan perkara tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengertahuannya itu”.[1]
     Sedangkan dalam pengertiannya Saksi nikah adalah orang yang menyaksikan secara langsung akad pernikahan supaya tidak menimbulkan salah paham dari orang lain. Masalah saksi pernikahan dalam al-Qur’an tidak tertera secara eksplisit, namun saksi untuk masalah lain seperti dalam masalah pidana muamalah atau masalah cerai atau rujuk sangat jelas diutarakan.[2]
     Dalam rujuk dan cerai, al-Qur’an menjelaskan:
     “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At-Thalaq:2)
     Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan kehadiran saksi pada peristiwa rujuk yakni ketika hampir habisnya masa iddah talaq raj’i dan pihak suami ingin kembali kepada istrinya atau melepaskannya, artinya memutuskan pernikahan tersebut dengan cara membiarkan masa tenggang itu berlalu atau habis.

2.      Landasan Hukum Saksi Nikah
Hadits yang menceritakan dari Aisyah:
لاَ نِكَاحَ إِلاَ بوَلِيٍّ وَ شَاهِدَيْ عَدْلٍ
Artinya :
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi.” (H.R. Daruqutni).
(HR. Ahmad ).
     Sebuah pernikahan tidak sah bila tidak disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Maka sebuah pernikahan sirri yang tidak disaksikan jelas diharamkan dalam islam.
Rasulullah SAW bersabda:
ايما امراة نكحت بخير اذن وليها وشاهدي عدل فنكا حها باطلˏفان دخل بها فلها المهرˏ وان اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي له
     “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin dari walinya dan dua orang saksi yang ‘adil, maka pernikahan baathil. Apabila seorang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar mahar untuknya. Dan bila mereka berselisih, maka sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak mempunyai wali.”[3]
                Praktek ini berlaku dikalangan sahabat Nabi SAW dan para Tabi’in. Mereka mengatakan bahwa perkawinan tanpa saksi tidak sah. Pendapat ini tidak ada menantang kecuali dari kalangan syiah dan Daud bin Ali Al Ash fihani Imam-imam Zhahiriyah. Mereka mengatkan bahwa perkawinan sah tanpa saksi . mereka beralasan bahwa riwayat-riwayat menganai saksi untuk perkawinan itu tidak ada, dan riwayat yang ada dianggap tidak sahih, tidak dapat dijadikan Hujjah. Dari Ayat Al-Qur’an dan Hadist-Hadist, saksi di isyaratkan dalam akad nikah karena fungsinya yang penting untuk pencegahan tuduhan zina terhadap hubungan suami istri, mencapai makna terbuka dan pengumuman, dan juga sebagai penentu sah atau tidaknya akad Nikah.
3.      Syarat Bagi Saksi Nikah

a.      Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang.
Bila hanya ada satu orang, maka tidak mencukupi syarat kesaksian pernikahan yang syah. Sebab demikianlah teks hadits menyebutkan bahwa harus ada 2 orang saksi yang adil. Namun itu hanyalah syarat minimal. Sebaiknya yang menjadi saksi lebih banyak, sebab nilai ‘adalah dimasa sekarang ini sudah sangat kecil dan berkurang.
b.      Kedua saksi harus beragama islam.
Kedua orang saksi itu haruslah beragama islam, bila salah satunya kafir atau dua-duanya, maka akad itu tidak sah.


c.       Berakal
Maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi saksi sebuah pernikahan.
d.      Baligh.
Maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak sah bila menjadi saksi.
e.       Merdeka
Abu Hanifah dan Syafii menyaratkan orang yang menjadi saksi harus orang-orang yang merdeka, tetapi ahmad juga mengharuskan syarat ini. Dia berpendapat bahwa aqad nikah yang disaksikan oleh dua orang budak, hukumnya sah sebagimana sahnya kesaksian mereka dalam masalah-masalah lain, karena dalam alquran maupun hadits tidak ada keterangan yang menolak seorang budak untuk menjadi saksi dan selama dia jujur serta amanah, kesaksiannya tidak boleh ditolak.
f.       Laki-laki.
Maka kesaksian wanita dalam pernikahan tidak sah. Bahkan meski dengan dua wanita untuk penguat, khusus dalam persaksian pernikahan, kedudukan laki-laki dalam sebuah persaksian tidak bisa digantikan dengan dua wanita. Golongan Syafi’i dan hambali menyaratkan saksi haruslah laki-laki. aqad nikah dengan saksi seorang laki-laki dan dua perempuan, tidak sah
g.      Adil
Kedua saksi itu bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga marwah.Ulama Hanafi tidak mensyaratkan adil pada saksi perkawinan. (Ibnu Al-Humam :197).
h.      Kedua saksi dapat melihat dan mendengar.
Kedua saksi tersebut tidak buta dan tidak tuli karena dapat menggangu keabsahan sebagai seorang saksi.

4.      Perbandingan Saksi Nikah dengan Saksi Lainnya
Pada dasarnya semua orang dapat menjadi saksi. Adapun yang tidak diperbolehkan menjadi saksi persidangan adalah :
  1. Suami atau istri
  2. Orang yang sakit jiwa
  3. Anak-anak kurang dari 15 tahun Namun dalam anggota keluarga sedarah/semenda boleh menjadi saksi dalam sengketa mengenai status perdata (perkara cerai/perjajnjian kerja) berhak menjadi saksi.

Syarat Formil Saksi:
  1. Namanya sudah ada didalam surat pelimpahan perkara (Pasal 160 ayat (1) huruf (c) KUHAP);
  2. Diminta oleh terdakwa, penasehat hukum, atau penuntut umum (Pasal 160 ayat (1) huruf (c) KUHAP);
  3. Dihadapkan oleh hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum (Pasal 165 ayat (4) KUHAP);
  4. Harus dipanggil secara resmi melalui surat yang sudah diterima 3 hari sebelum siding pengadilan (Pasal 146 ayat (2) KUHAP).

Syarat Materiil Saksi:
  1. Tidak berhubungan keluarga sedarah, atau semenda garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ke tiga (Pasal 168 huruf (a) KUHAP);
  2. Tidak berhubungan saudara baik dari pihak ayah maupun ibu sampai derajat ke tiga (Pasal 168 huruf (b) KUHAP);
  3. Tidak mempunyai hubungan suami isteri meskipun sudah bercerai (Pasal 168 huruf (c) KUHAP);
  4. Dewasa, berumur lebih dari 15 tahun (Pasal 171 huruf (a) KUHAP);
  5. Tidak sakit ingatan atau sakit jiwa (Pasal 171 huruf (b) KUHAP);
  6. Bukan terpidana mati (menurut common law).[4]

5.      Saksi nikah tanpa perempuan
Madzhab Syafi’i dan Hambali membolehkan wanita menjadi saksi dalam berbagai macam persoalan, kecuali saksi nikah. Hal ini berlandaskan dari Hadis yang diriwayatkan Abu Abid: “Bahwa wanita tidak layak sebagai saksi dalam batas-batas tertentu yaitu saksi dalam perkawinan dan saksi dalam thalak”
Perempuan tidak boleh menjadi saksi nikah, karena akad nikah bukanlah akad yang berkaitan dengan harta benda, dan bukan akad jual beli. Dengan demikian, saksi laki-laki lebih baik dari pada perempuan.
Madzhab Hanafi mengatakan bahwa wanita boleh menjadi saksi nikah, dengan catatan didampingi dengan dua laki-laki dan dua orang perempuan. Hal ini dilandasi dari firman Allah Swt yang berbunyi:

وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء
Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa laki-laki adalah salah satu syarat dari syarat saksi. Menurut mereka, akad nikah belum dikatakan sah, jika saksi tersebut kurang dari dua orang laki-laki.
6.      Perkawinan Tanpa Saksi
Nikah tanpa saksi masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih. Perbedaan tersebut terletak pada sudut pandang masing-masing ulama yang memperselisihkan apakah saksi sebagai syarat sah akad nikah atau syarat penyempurnaan saja ketika bersetubuh (dukhul). Selain itu dasar hukum yang digunakan masing-masing ulama juga berbeda-beda.
Jumhur ulama berpendapat saksi sebagai syarat sah akad nikah, artinya akad nikah harus dihadiri oleh para saksi, apabila tidak, maka pernikahannya tidak sah. Inilah pendapat Hanafiah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Menurut Ulama Malikiyyah, saksi merupakan syarat sempurnanya pernikahan, bukan syarat sah pernikahan, maka akad nikah menurut mereka sah tanpa saksi, tetapi tidak sempurna kecuali dengan saksi. Mereka mengatakan bahwa saksi hukumnya sunnah ketika akad nikah karena untuk meredam perselisihan. Pendapat ini juga dipilih oleh Abdullah ibn Umar, Urwah ibn Zubair, Abdullah ibn Zubair, Hasan ibn Ali dan dari kelompok Ahli hadits (muhadditsin) seperti Abdurrahman ibn Mahdi dan Yazid bin Harun.[5]
 Mereka beralasan bahwa jual beli yang di dalamnya disebutkan soal mempersaksikan ketika berlangsungnya jual beli sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an bukan merupakan bagian dari syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Allah tidak menyebutkan di dalam Al-Qur’an tentang adanya syarat mempersaksikan dalam suatu pernikahan. Karena itu, tentu lebih baik jika masalah mempersaksikan tidak termasuk salah satu syaratnya, tetapi cukuplah diberitahukan dan disiarkan saja guna memperjelas keturunan.
Mempersaksikan ini boleh dilakukan setelah ijab kabul untuk menghindari perselisihan antara kedua mempelai. Jika waktu ijab kabul tidak dihadiri oleh para saksi tetapi sebelum mereka bercampur kemudian mempersaksikan maka pernikahannya tidak batal, tetapi kalau sudah bercampur belum dipersaksikan maka nikahnya batal.[6]
Kalangan ulama Syi’ah seperti Abdurrahman bin Mahdi, Zaid bin Harun dan Ibnu Zubair berpendapat bahwa saksi bukan merupakan syarat sah suatu pernikahan. Begitu juga Abdullah bin Idris, Ubaidullah bin Hasan dan Abu Tsaur berpendapat sama. Karena menurut mereka hadist-hadist tentang saksi itu tidak ada yang kuat atau shahih hal serupa juga dikemukakan oleh Madzhab Ja’fariyah dan Dhahiriyah.
Ada juga pendapat ulama yang berpendapat nikah tanpa saksi boleh kemudian diumumkan. Pendapat ini dianut oleh Al-Zuhri, Imam Malik dan penduduk Madinah.
Perselisihan mereka terletak pada apakah memberitahukan akad atau menyaksikan akad nikah merupakan syarat sah akad nikah atau tidak. Mengenai masalah ini terdapat dua kelompok yang berselisih pendapat.
Pertama, memandang bahwa menyaksikan (saksi) merupakan syarat sah akad nikah. Demikian menurut Jumhur Sahabat dan Jumhur ulama.
Kedua, memandang bahwa saksi dalam akad nikah tidak menjadi syarat sah akad nikah. Demikian menurut Abu Tsaur, Imam Ahmad menurut satu riwayat, Adzzahiriyah, Imamiyah, Ibnu Abi Laila, Usman Al-Batty, (dari kalangan Hanafi); dari kalangan Sahabat: Ibnu Umar, Hasan ibn Ali dan Ibnu Zubair; dan dari kalangan Tabi’in: Salim dan Zuhri.


Dalil-dalil yang dipegang oleh golongan kedua tersebut adalah firman Allah.
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.” (QS. An Nisa:3)
 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian.” (QS An Nur:32)[7]
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa saksi dalam akad nikah masih diperselisihkan. Ada yang berpendapat saksi itu wajib dalam akad nikah, ada juga yang berpendapat saksi itu tidak wajib dalam akad nikah.


[1] http://catatanilmupengetahuanku.blogspot.co.id/2013/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
[2] https://saveandsound.wordpress.com/2012/02/14/perwalian-dalam-pernikahan-dan-persaksian-dalam-akad-nikah/
[3] http://catatanilmupengetahuanku.blogspot.co.id/2013/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html

[4] http://yogicahyabagus.blogspot.co.id/2013/01/saksi-persidangan-dan-syaratnya.html
[5] Imam ‘Alauddin Abi Bakar ibn Mas’ud al Kasani, Badaaiu’ Al Shonaai’i, Juz III, Beirut Libanon: Darul Kutub al-Ilmiah, t.t. hlm. 391-392
[6] Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, hlm. 100
[7] Depag RI,Al-Quran Dan Terjemahannya,hlm.115

1 komentar:

  1. Dear brides and grooms to be
    Salam hangat dari HIS Seskoad Grand Ballroom Bandung.
    Kami dengan bangga mempersembahkan venue terbaru kami yaitu “HIS Seskoad Grand Ballroom”, Gedung seskoad yang berletak strategis nan mewah yang menjadi favorit para calon pengantin ini kini berada di naungan HIS, untuk itu fasilitas yang terdapat di gedung seskoad grand ballroom kini berstandard seperti gedung HIS lainnya, “Ballroom full karpet eksklusif, AC, Lampu Kristal, dan design ruangan yang elegan&mewah”. Selain gedung, kami juga bekerjasama dengan banyak pilihan vendor ternama di Bandung, mulai dari catering, busana&MUA, dekorasi, music & entertainment, fotografi&videografi, MC, wedding car, hingga pelayanan yang kami miliki untuk membantu calon pengantin dari awal sampai akhir yaitu, Wedding Public Relations, Wedding Planner, dan Wedding Executor. Dengan sistem “One Stop Wedding Service”, Kami pastikan akan memberikan pelayanan terbaik dalam membantu dari awal hingga di hari Bahagia akang teteh
    Untuk itu kami mengundang akang teteh calon pengantin, untuk datang ke pre-launching HIS Seskoad Ballroom kami, dan segera dapatkan HARGA PRE-LAUNCHING yang pasti akan sangat worth it dengan fasilitas dan pelayanan yang kami berikan serta BONUS FANTASTIS! untuk akang teteh calon pengantin Cuma di HIS SESKOAD GRAND BALLROOM.

    For more info and detail call :
    Wedding Public Relations HIS Seskoad Grand Ballroom
    Jl. Gatot Subroto No. 96 Bandung.
    Giyan : 082261170022 (WA)
    INSTAGRAM : @his_seskoad @giyanti.hisseskoad

    See u brides and grooms to be!
    -HIS Wedding Venue Organizer-

    BalasHapus

SAKSI DALAM PERNIKAHAN (Fiqh Munakahat)

SAKSI DALAM PERNIKAHAN Islam adalah agama dan jalan hidup bagi semesta alam yang berdasarkan kepada firman Allah yang termaktub dalam al...