“KHILAFAH
DAN KHALIFAH”
Fred M. Donner, dalam bukunya The Early Islamic
Conquests (1981), berpendapat bahwa kebiasaan bangsa Arab ketika itu adalah
untuk mengumpulkan para tokoh masyarakat dari suatu keluarga (bani dalam bahasa
arab), atau suku, untuk bermusyawarah dan memilih pemimpin dari salah satu di
antara mereka. Tidak ada prosedur spesifik dalam syuro atau musyawarah ini.
Para kandidat biasanya memiliki garis keturunan dari pemimpin sebelumnya,
walaupun hanya merupakan keluarga jauh.
Hingga pada tiba saatnya Nabi Muhammad meninggal, kaum
Muslim berdebat tentang siapa yang berhak untuk menjadi penerus kepemimpinan
Islam setelah wafatnya rasul, hingga saat ini apa yang dibicarakan di dalam
masa tenggang itu masih menjadi kontroversi di kalangan kaum Muslim, namun
dapat dipastikan bahwa mayoritas kaum muslim yang hadir dalam musyawarah saat
itu meyakini bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah penerus kepemimpinan Islam yang
akan menggantikan rasul karena sebelum Nabi Muhammad meninggal, ia dipercaya
untuk menggantikan posisi Nabi Muhammad sebagai imam shalat, dan akhirnya Abu
Bakar pun terpilih menjadi Khalifah pertama dalam sejarah Islam pasca
wafatnya Nabi Muhammad.
Namun beberapa kalangan dari kaum Muslim Mekkah dan
Madinah saat itu meyakini bahwa Nabi Muhammad telah memberikan banyak indikasi
yang menunjukan bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantunya, sebagai
pengganti dirinya. Mereka mengatakan bahwa Abū Bakar merebut kekuasaan dengan kekuatan
dan kelicikan. Semua Khalifah sebelum Ali juga dianggap melakukan hal yang sama
oleh kalangan ini, hal inilah yang memicu munculnya kaum Syiah belakangan pada
masa kekhalifahan Muawiyah, lebih tepatnya setelah masa kekuasaan Ali bin Abi
Thalib berakhir.
A.
Pengertian
Khilafah
Khilafah berasal dari bahasa arab yaitu( خلافة) yang artinya pemimpin.
Khilafah menurut bahasa artinya adalah
pengganti, Duta, kepemimpinan atau wakil. Dan kata Khilafah ini bersinonim
dengan kata Imamah atau Imarah yang artinya pemerintahan atau kepemimpinan.
Khilafah
menurut istilah yaitu struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur
berdasarkan syariat islam.
Secara
ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani mendefinisikan Khilafah sebagai
kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan
hukum-hukum Syariah Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia
(Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam). Dalam pengertian
syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi SAW
dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi,
1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam
perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara
Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).
Para ulama
mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda ketika memandang kedudukan Khilafah
(manshib Al-Khilafah). Sebagian ulama memandang Khilafah sebagai penampakan
politik (al-mazh-har as-siyasi), yakni sebagai institusi yang menjalankan
urusan politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan (as-sulthan) dan sistem
pemerintahan (nizham al-hukm). Sementara sebagian lainnya memandang Khilafah
sebagai penampakan agama (almazh-har ad-dini), yakni institusi yang menjalankan
urusan agama. Maksudnya, menjalankan urusan di luar bidang kekuasaan atau
sistem pemerintahan, misalnya pelaksanaan amalah (seperti perdagangan),
al-ahwal asy-syakhshiyyah (hukum keluarga, seperti nikah), dan ibadah-ibadah
mahdhah. Ada pula yang berusaha menghimpun dua penampakan ini. Adanya perbedaan
sudut pandang inilah yang menyebabkan mengapa para ulama tidak menyepakati satu
definisi untuk Khilafah (Al-Khalidi, 1980:227).
Khilafah dalam terminologi politik Islam ialah sistem
pemerintahan Islam yang meneruskan sistem pemerintahan Rasul Saw. Dengan segala
aspeknya yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. Sedangkan Khalifah
ialah Pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut juga dengan Imam
A’zhom yang sekaligus menjadi pemimpin Negara Islam sedunia atau lazim juga
disebut dengan Khalifatul Muslimin.
B.
Unsur dan Tujuan Khilafah
Bisa dikatakan sistem pemerintahan khilafah apabila :
1.
Adanya seorang Khalifah saja dalam satu masa yang diangkat oleh umat Islam
sedunia. Khalifah tersebut harus diangkat dengan sistem Syura bukan dengan
jalan kudeta, sistem demokrasi atau kerajaan (warisan).
2.
Adanya wilayah yang menjadi tanah air (wathan) yang dikuasai penuh oleh
umat Islam.
3.
Diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Atau dengan kata lain, semua
undang-undang dan sistem nilai hanya bersumber dari Syariat Islam yang
bersumberkan dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. seperti
undang-undang pidana, perdata, ekonomi, keuangan, hubungan internasional dan
seterusnya.
4.
Adanya masyarakat Muslim yang mayoritasnya mendukung, berbai’ah dan tunduk
pada Khalifah (pemimpin tertinggi) dan Khilafah (sistem pemerintahan Islam).
5.
Sistem Khilafah yang dibangun bukan berdasarkan kepentingan sekeping bumi
atau tanah air tertentu, sekelompok kecil umat Islam tertentu dan tidak pula berdasarkan
kepentingan pribadi Khalifah atau kelompoknya, melainkan untuk kepentingan
Islam dan umat Islam secara keseluruhan serta tegaknya kalimat Allah (Islam) di
atas bumi. Oleh sebab itu, Imam Al-Mawardi menyebutkan dalam bukunya “Al-Ahkam
As-Sulthaniyyah” bahwa objek Imamah (kepemimpinan umat Islam) itu ialah untuk
meneruskan Khilafah Nubuwwah (kepemimpinan Nabi Saw.) dalam menjaga agama
(Islam) dan mengatur semua urusan duniawi umat Islam.
Sedangkan tujuan khilafah adalah :
Secara umum yaitu untuk mewujudkan
kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin serta
memperoleh ampunan dan ridho dari Allah SWT. Sebagai fiman Allah SWT dalam
surah Saba’ ayat 15:
Artinya : Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun.”(QS. Saba’/34:15)
Sedangkan
tujuan khilafah secara khusus :
1. Melanjutkan
kepemimpinan islam setelah nabi Muhammad saw wafat. Hal tersebut tidak berarti
menggantikan kedudukannya sebagai nabi, melainkan sebagai pemimpin dan pelanjut
risalah yang telah diajarkan oleh beliau.
2. Mengupayakan
kesejahteraan lahir dan batin dalam rangka memperoleh kebahagian di dunia dan
di akhirat.
3. Mewujudkan
dasar-dasar Khilafah yang adil dalam seluruh aspek kehidupan umat islam.
4. Untuk
membentuk suatu masyarakat yg hidupnya subur, makmur, sejahtera dan berkeadilan
serta mendapat ampunan dari Allah SWT.
C.
Dasar-dasar
Khilafah
Sebagai struktur
pemerintahan yang pelaksanannya diatur berdasar syariat
Islam, khilafah dibangun berdasarkan prinsip yang kokoh untuk
menegakkan ajaran agama Allah. Karena itu, khilafah ditegakkan atas
dasar-dasar sebagai berikut :
1.
Tauhid, yaitu menegaskan ke-Maha Esa-an Allah SWT.
وَقُلِ الْحَمْدُ للهِ الَّذِى لَمْ
يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ ....
Artinya : “Dan katakanlah :
Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu
dalam kerajaanNya” (Q.S. Al-Israa; 111)
2.
Persamaan derajat antara sesama
manusia, karena yang membedakan satu dengan lainnya
hanyalah ketaqwaannya kepada Allah :
... إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ
Artinya :”Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu (Q.S. al-Hujrat ; 13)
3.
Persatuan Islam, yaitu prinsip untuk menggalang persaudaraan dan kesatuan dalam Islam.
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ
جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا
Artinya : “Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah dan
janganlah kamu bercerai berai” (Q.S. Ali Imran ; 103).
4.
Permusyawaratan atau kedaulatan
rakyat. Firman Allah ;
وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ
Artinya :”Urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka” (Q.S. al-Syura ; 38)
5.
Keadilan dan kesejahteraan bagi
seluruh umat. Firman Allah :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَنِ وإِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
mengajarkan kamu supaya menjadi peringatan bagimu” (Q.S. An-Nahl ; 90)
Jika diperhatikan, Dalam masa Khulafur Rasyidin sistem Khilafah
(pemerintahan) berjalan berdasarkan atas:
1.
Kejujuran
dan keikhlasan serta tanggung jawab dalam menyampaikan Amanah kepada Ahlinya
(rakyat), dengan tidak membeda-bedakan bangsa Agama dan warna kulit.
2.
Mempunyai
rasa keadilan yang Mutlak terhadap seluruh umat manusia dalam segala
sesuatunya
3.
Tauhid(mengesakan
Allah), sebagaimana diperintahkan dalam ayat AlQur’ an agar menaati
ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
4.
Kedaulatan
rakyat yang dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan taat
kepada ulil amri(wakil-wakil
rakyat). Seperti firman Allah :
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن
تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن
تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ
سَمِيعاً بَصِير.(58) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ
اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ
فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.(59)
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhakmenerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”.(An-Nisa: 58-59).
Menurut ahli tafsir- Imam Muhammad Fakhrudin Razi- dalam kitab tafsir Mafatihul-Gaib, beliau menafsirkan ulil amri disuatu tempat dengan ahlul halli wal ‘aqdi ( alim ulama, cerdik
pandai, pemimpin-pemimpin yang ditaati oleh rakyat), sedangkan dilain
tempat beliau tafsirkan dengan ahli ijma’( ahli-ahli yang berhak
memberi keputusan ). Kedua tafsiran tersebut maksudnya adalah:” wakil-wakil
rakyat berhak memutuskan sesuatu, dan mereka itu wajib di taati sesudah hukum
Allah dan Rasul-Nya”
Dari ayat-ayat ini jelaslah kiranya empat dasar pokok tersebut. Atas
dasar-dasar itulah pemerintah islam disusun dan dibangun di tempat manapun dan
dizaman bagaimana pun umat Islam berada. Dan dasar-dasar ini wajib menjadi
pokok pendirian Negara.
D.
Syarat-syarat
Khalifah
Khalifah adalah orang-orang yang
menggantikan Nabi Muhammad SAW dalam kedudukannya sebagai pemimpin agama dan kepala
Negara setelah Nabi wafat atau seorang pemimpin Khilafah. Khalifah yang pertama
dalam susunan pemerintahan islam adalah Abu Bakar Shiddiq, Khalifah yang kedua
yaitu Umar bin Khattab, Khalifah ketiga yaitu Usman bin Affan dan Khalifah yang
keempat yaitu Ali bin Ali bin Abi Tholib. Keempat Khalifah tersebut dinamakan
sebagai Khulafaur Rasyidin yang artinya Para Kepala Negara yang bijaksana.
Jabatan khalifah berikutnya dipangku oleh para pemuka dari Bani Umayyah seperti
Khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan, Umar bin Abdul Aziz, dll.. Sedangkan pada
masa Bani Abbasiyah dipegang oleh Harun Al-Rasyid, dll.
Untuk menjadi seorang Khalifah, umat
islam harus dapat memenuhi berbagai persyaratan sebagai berikut.
1. Muslim.
Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
2. Laki-Laki.
Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan sukses suatu
kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
3. Merdeka.
Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang lain. Sedangkan
budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang lain.
4. Dewasa.
Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu memahami dan memenej
permasalahan.
5. Sampai ke
derajat Mujtahid. Kerena orang yang bodoh atau berilmu karena ikut-ikutan
(taklid), tidak sah kepemimpinannya seperti yang dijelaskan Ibnu Hazm, Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Abdul Bar bahwa telah ada ijmak (konsensus) ulama bahwa tidak
sah kepemimpinan tertinggi umat Islam jika tidak sampai ke derajat Mujtahid
tentang Islam.
6. Menguasai
Hukum (Syariah) Islam dan mengamalkannya. Hal ini sangat penting karena
khalifah adalah panutan umat yang akan menjalankan roda pemerintahan.
7. Memiliki
Akhlatul Karimah. Seorang khalifah harus berakhalak mulia karena keberadaan
dirinya selalu menjadi cermin dan teladan bagi umatnya.
8. Adil. Tidak
sah jika ia zalim dan fasik, karena Allah menjelaskan kepada Nabi Ibrahim bahwa
janji kepemimpinan umat itu tidak (sah) bagi orang-orang yang zalim.
9. Tegas dan
Bijaksana
10. Profesional
(amanah dan kuat). Khilafah itu bukan tujuan, akan tetapi sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan yang disyari’atkan seperti menegakkan agama Allah di atas muka
bumi, menegakkan keadilan, menolong orang-orang yang yang dizalimi, memakmurkan
bumi, memerangi kaum kafir, khususnya yang memerangi umat Islam dan berbagai
tugas besar lainnya. Orang yang tidak mampu dan tidak kuat mengemban amanah
tersebut tidak boleh diangkat menjadi Khalifah.
11. Sehat
penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya. Orang yang
cacat fisik atau lemah fisik tidak sah kepemimpinannya, karena bagaimana
mungkin orang seperti itu mampu menjalankan tugas besar untu kemaslahatan agama
dan umatnya? Untuk dirinya saja memerlukan bantuan orang lain.
12. Pemberani.
Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah. Bagaimana mungkin orang pengecut
itu memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama Allah dan urusan Islam dan umat
Islam? Ini yang dijelaskan Umar Ibnul Khattab saat beliau berhaji : Dulu aku
adalah pengembala onta bagi Khattab (ayahnya) di Dhajnan. Jika aku lambat, aku
dipukuli, ia berkata : Anda telah menelantarkan (onta-onta) itu. Jika aku
tergesa-gesa, ia pukul aku dan berkata : Anda tidak menjaganya dengan baik.
Sekarang aku telah bebas merdeka di pagi dan di sore hari. Tidak ada lagi
seorangpun yang aku takuti selain Allah.
13. Dipilih oleh
Ahlul Halli wal Aqdi (Melalui Permusyawaratan.)
E.
Cara
Pengangkatan dan Baiat Khalifah
Pengangkatan Khalifah pada dasarnya
dilakukan secara Demokratis oleh seluruh umat Islam. Dalam perjalanan Sejarah
Islam ditemukan bahwa pengangkatan Khalifah dapat dilakukan dengan berbagaicara
seperti berikut :
1. Pengangkatan
khalifah melalui pemilihan para pemimpin umat Islam.
Contoh : Pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai khalifah yang pertama.
2. Pengangkatan
khalifah melalui usulan darikhalifah terdahulu.
Contoh : Umar bin Khattab yang menggantikan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai
khalifah.
3. Pengangkatan
Khalifah melalui Pemilihan umum yang langsung dilakukan oleh rakyatnya.
Contoh : Pengangkatan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah.
4. Pengangkatan
khalifah melalui persetujuan rakyatnya karena calonkhalifah dinilai sangat
berjasa dalam mengembangkan Islam ke suatu wilayah.
Contoh : Pengangkatan Sultan Salim di Mesir.
Dengan demikian, secara keseluruhan
dapat diketahui bahwa cara pemilihan dan pengangkatan khalifah lebih
mementingkan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, Pemilihan Khalifah dalam islam
dilakukan melalui cara sebagai berikut :
1. Pemilihan Secara Langsung yang melibatkan seluruh
rakyatnya baik pria maupun wanita untuk menentukan pilihan kepada seseorang
yang dianggapmampu menjadi Khalifah.
2. Pemilihan Secara Tidak Langsung, yaitu prmilihan khalifah yang
dilakukan melalui Ahlul halli wal Aqdi atau wakil-wakil rakyat yang berhak
menentukan atau menetapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan persoalan
kehidupan umat islam.
Setelah khalifah dipilih kemudian
umat Islam mengucapkan sumpah setia untuk mentaati kepemimpinan khalifah
tersebut sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dengan menyatakan dan
disertai niat yang ikhlas bahwa Allah SWTsebagai saksi. Selain itu, Khalifah
yang terpilih juga harus mengucapkan sumpah. Sumpah setia ini disebut Baiat,
dan baiat ini dilakukan oleh kaum muslimin di dalam suatu Majelis.
Pihak yang berhak membaiat
(mengangkat) seorang Khalifah adalah wakil rakyat atau ahlul halli wal aqdi
(MPR). Setelah khalifah mengucapkan sumpah setia, ia menyampaikan pidato
pengangkatan khalifah. Seperti yang disampaikan oleh Abu Bakar As-Shiddiq
sebagai khalifah pertama yang isinya : “saudara-saudara, saya telah diangkat
untuk mengendalikan urusanmu padahal saya bukanlah orang yang terbaik diantara
kamu, maka jika saya menjalankan tugas dengan baik, ikutilah saya, tetapi jika
saya berbuat salah, maka heendaklah saudara-saudara betulkan. Orang yang
saudara-saudara pandang kuat, saya pandang lemah hingga saya mengambil hak
darinya, sedangkan orang yang saudara pandang lemah, saya pandang kuat, hingga
kamu dapat memberikan hak kepadanya. Hendaklah saudara-saudara taat kepada saya
selama saya taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, tetapi bilamana saya tidak
mentaati Allah dan Rasul-Nya, Saudara-saudara tidak perlu mentaati saya”.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman
tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya semaksimal
mungkin. Dan jika datang orang lain yang hendak mencabut kekuasaannya,
penggallah leher orang itu.” [HR. Muslim].
Setelah selesai pidato, maka
mulailah khalifah melaksanakan tugas-tugasnya. Bagi umat islam wajib tunduk dan
patuh terhadap perintah khalifah selama khalifah tetap mengikuti ajaran Allah
SWT dan rasulnya.
F.
Struktur
Pemerintahan Negara Khilafah
Struktur pemerintahan Islam terdiri daripada 8
perangkat dan berdasarkan af’al (perbuatan) Rasulullah Saw. :
1.
Khalifah
Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU
sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan
penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi
angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan
memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima
Duta Besar; memutuskan belanjawan negara.
2.
Mu'awin Tafwidh
Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan
pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin
menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya.
3.
Mu'awin Tanfidz
Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak
berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal
pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan
perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya.
4.
Amirul Jihad
Amirul Jihad membawahi bidang pertahanan, luar negeri,
keamanan dalam negeri dan industri.
5.
Wali
Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur). Wali
memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan
aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya tetapi tidak mempunyai
kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan.
6.
Qadi
Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2
badan: Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan
antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain
serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus
persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua
pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari
ajaran Islam.
7.
Jihaz Idari
Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan
masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan
Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan,
industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan
kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya.
8.
Majelis Ummat
Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun
kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan
pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan
diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.
G.
Tugas dan Kewajiban Khalifah
Sesungguhnya tugas dan kewajiban khalifah itu sangat berat. Wilayah
kepemimpinannya bukan untuk sekelompok umat Islam tertentu, akan tetapi mecakup
seluruh umat Islam sedunia. Cakupan kepemimpinannya bukan hanya pada urusan
tertentu, seperti ibadah atau mu’amalah saja, akan tetapi mencakup penegakan
semua sistem agama atau syari’ah dan managemen urusan duniawi umat.
Tanggung jawabnya bukan hanya terhadap urusan dunia, akan tetpi mencakup
urusan akhirat. Tugasnya bukan sebatas menjaga keamanan dalam negeri, akan
tetapi juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam
minoritas yang tinggal di negeri-negeri kafir. Kewajibannya bukan hanya sebatas
memakmurkan dan membangun bumi negeri-negeri Islam, akan tetapi juga harus
mampu meberikan rahmat bagi negeri-negeri non Muslim (rahmatan lil ‘alamin).
Secara umum, tugas Khalifah itu
ialah :
1.
Tamkin Dinillah (menegakkan
agama Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan
perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
2.
Menciptakan keamanan
bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir,
baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
3.
Menegakkan sistem ibadah
dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
4.
Menerapkan undang-undang
yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan Haq dan adil,
kendati terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS.
Annisa’ : 135, Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
5.
Berjihad di jalan Allah.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Khilafah dalam terminologi politik
Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang meneruskan sistem pemerintahan Rasul
Saw. Dengan segala aspeknya yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw.
Sedangkan Khalifah ialah Pemimpin tertinggi umat Islam sedunia, atau disebut
juga dengan Imam A’zhom yang sekaligus menjadi pemimpin Negara Islam sedunia
atau lazim juga disebut dengan Khalifatul Muslimin. Secara umum yaitu
untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan
batin serta memperoleh ampunan dan ridho dari Allah SWT. Dasar-dasar khilafah
adalah tauhid, persatuan, persamaan derajat, kedudukan rakyat, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat.
Secara umum, tugas Khalifah itu
ialah :
1.
Tamkin Dinillah (menegakkan agama
Allah) yang telah diridhai-Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan
perundangan-undangan dalam semua aspek kehidupan.
2.
Menciptakan keamanan bagi umat Islam
dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada
dalam negeri Islam maupun yang di luar negeri Islam.
3.
Menegakkan sistem ibadah dan
menjauhi sistem dan perbuatan syirik (QS.Annur : 55).
4.
Menerapkan undang-undang yang ada
dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul Saw. dengan Haq dan adil, kendati
terhadap diri, keluarga dan orang-orang terdekat sekalipun. (QS. Annisa’ : 135,
Al-Maidah : 8 & 48, Shad : 22 & 26)
Berjihad di
jalan Allah.
Sumber :
http://mynewirmasulyani.blogspot.co.id/
http://nawnewknow.blogspot.co.id/
http://seaskystone.blogspot.co.id/
http://syafiimuhammad20.blogspot.co.id/
http://watirachma.blogspot.co.id/
http://wong-ngaret.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar