BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGDalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja. Manusia jga membutuhkan kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan Muamalah.Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliuran antara penjual dan pembeli, maka diperlukan adanya Khiyar (Pilihan). Oleh sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil judul “ Khiyar” .B. RUMUSAN MASALAH1. Apa yang dimaksud dengan Khiyar?2. Apa hukum Khiyar dalam jual beli?3. Ada berapa pembagian Khiyar?4. Apa hikmah dari Khiyar?C. TUJUAN PENULISAN1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Khiyar.2. Untuk mengetahui Hukum Khiyar dalam jual beli.3. Untuk mengetahui Pembagian Khiyar.
4. Untuk mengetahui Hikmah dari Khiyar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
KHIYAR
Kata al- khiyar dalam bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan
al-khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut
tranksaksi dalam bidang perdata khususnya tranksaksi ekonomi, sebagai salah
satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan tranksaksi (akad) ketika terjadi
beberapa persoalan dalam tranksaksi dimaksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah mendifinisikan al-khiyar,
antara lain menurut Sayyid Sabiq [1] :
الخِيَارُ هُوَ طَلَبُ خَيْرِ الَامْرِ مِنَ الاَمْضَاءِ
اَوِالِالْغَاءِ
“Khiyar ialah mencari kebaikandari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan
(jual-beli)”.
M. Abdul Mujieb[2] mendefinisikan : “Khiyar ialah hak memilih
atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apنah akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan”.
Wahbah al-Zuhaily[3]
mendefinisikan al-khiyar dengan:
اَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقَدِ الْخِياَرُ بَيْنَ امْضَاءِ الْعَقْدِ
وَعَدَمِ اِمْضَا ئِهِ بِفَسْخِهِ رَفْقاً لِلْمُتَعَاقِدَينِ
“Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
tranksaksi untuk melangsungkan atau membatalkan tranksaksi yang disepakati
sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”.
Hal khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan
transaksi perdata agar tidak rugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan
sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiyar oleh syara agar kedua
belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad
jual belinya, supaya tidak menyesal dikemudian hari,dan tidak merasa tertipu.
Jadi, hak khiyar itu ditetapkan dalam islam untuk menjamin kerelaan
dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu segi
memang khiyar (opsi) ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian
suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi,khiyar
ini yaitu jalan terbaik.[4]
B.
HUKUM
KHIYAR DALAM JUAL BELI
Hak Khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut islam dibolehkan,
apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan
(kondisi) barang yang diperjualbelikan.
Menurut Abdurrahman al-Jaziri, status khiyar dalam pandangan ulama
fiqh adalah di syariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak
dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.[5]
Diabad modern yang serba canggih, dimana sistem jual beli semakin
mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap diberlakukan, hanya tidak
menggunakan kata-kata khiyar dalam mempromosikan barang-barang yang dijualnya,
tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik, misalnya : “ Teliti sebelum
membeli”. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak khiyar(memilih) dengan hati-hati
dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli, sehingga ia merasa puas
terhadap barang yang benar-benar ia inginkan.
C.
PEMBAGIAN
KHIYAR
Khiyar itu ada yang bersumber dari syara’ sepeti khiyar majlis,
aib, dan ru’yah. Selain itu, ada juga khiyar yang bersumber dari kedua belah
pihak yang berakad, seperti khiyar syarat dan ta’yin.[6]
Berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut:
1.
Khiyar
majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan
akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (diruangan toko) dan
belum berpisah badan. Artinya tranksaksi baru dianggap sah apabila kedua belah
pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan, atau salah seorang diantara
mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan/ untuk membeli.Khiyar seperti
ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang
melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Kadang-kadang
terjadi, salah satu yang berakad terges-gesadalam ijab atau kabul. Setelah itu,
tampak adanya kepentingan yang menurut dibatalkannya pelaksanaan akad.Karena
itu, syariat mencarikan jalan baginya untuk ia dapat memperoleh hak yang
mungkin hilang dengan ketergesa-gesaan tadi. Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Hakim bin Hazam bahwa Rasululloh SAW
besabda:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَاِر مَالَمْ يَتَفَرَقَا فَاِنْ صَدَقَا
وَبَيَنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِي بَيْغِهِمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَباَ مُحِقَتْ
بَرْكَةُ بَيْعِهِمَ
“ Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama
belum berpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam
jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan
dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, bagi
tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak ini mempunyai hak antara melanjutkan atau membatalkan
selama keduanya belum berpisah secara fisik. Dalam kaitan pengertian berpisah
dinilai sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dirumah yang kecil, dihitung
sejak salah seorang keluar. Dirumah besar, sejak berpindahnya salah seorang
dari tempat duduk kira-kira dua atau tiga langkah. Jika keduanya bangkit dan
pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum ada.
Pendapat yang
dianggap kuat, bahwa yang dimaksud berpisah disesuaikan dengan adat kebiasaan
setempat.[7]
2.
Khiyar
‘aib yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah
pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang
diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad
berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur 1 kg, kemudian satu butir
diantaranya telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah menjadi anak ayam.
Hal ini sebelumnya tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli. Dalam kasus
seperti ini,menurut para pakar fiqh,ditetapkan hak khiyar bagi pembeli. [8]
Jadi,
dalam khiyar aib itu apabila terdapat bukti cacat pada barang yang dibelinya,
pembeli dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti barang yang
baik, atau kembali barang dan uang.[9]
Khiyar
Aib ini menurut kesepakatan ulama fiqh, berlaku sejak diketahuinya cacat pada
barang yang diperjualbelikan dan dapat diwarisi oleh ahli waris pemilik hak
khiyar. Adapun cacat yang menyebabkan mnculnya hak khiyar, menurut ulama
Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak obyek jual beli itu
dan mengurangi nilaninya menurut tradisi paa pedagang. Tetapi menurut ulama
Malakiyah dan Syafi’iyah seluruh cacat yangmenyebabkan nilai barang itu
berkurang atau hilang unsur yang diiginkan daripadanya.[10]
3.
Khiyar
Ru’yah, yaitukhiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau
batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belum ia lihat ketika
akad berlangsung.[11]
Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah,
Hanabilah, dan Zahiriyah menyatakan bahwa Khiyar ru’yah disyariatkan dalam
islam berdasarkan sabda rasulullah saw yang menyatakan :
مَنِ ااْشتَرَي
شَيْئاً لَمْ يَرَهُ فَهُوَ باِلْخِيَارِ اِذَا رَاَهُ (رواه الدار قطني عن ابي
هرىرة )
“ Siapa yang membeli sautu yang belum ia lihat maka ia berhak
khiyar apabila telah melihat barang itu” (HR. Dar al-Quthni dari Abu Hurairah).
Akad seperti ini menurut mereka boleh terjadi disebabkan objek yang
akan dibeli itu tidak ada ditempat berlangsungnya akad, atau karena sulit
dilihat seperti ika kaleng (sardencis). Khiyar ‘Ruyah, menurut mereka, mulai
berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan ia beli.
Akan tetapi, ulam Syafi’iyah,dalam pendapat baru (al-mazhab
al-jadid), mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang
itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut
mereka, khiyar ru’yah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan yang
boleh membawa kepada perselisihan. Dan hadis rasulullah saw menyatakan :
“ Rasulullah saw melarang jual beli yang mengandung penipuan”. (HR.
Jamaah ahli hadis, kecuali Bukhari)
4.
Khiyar
syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli
dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk
meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian
hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.[12]
Contoh Khiyar
syarat, seseorang berkata : Saya jual mobil ini dengan harga seratus juta
rupiah (Rp. 100.000.000) dengan syarat boleh memilih selama tiga hari. Dalam
kaitan ini Rasulullah saw bersabda :
“ Kamu boleh
khiyar (memilih) pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga
malam”. (HR Baihaqi)
Hadis dari
Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda :
نَهَي رسولُ الله صلي الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ غَرَرٍ
“ Setai dua
orang yang melakukan jual beli, belum sah dinyatakan jual beli itu sebelum
mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar”.
Artinya jual
beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah apabila mereka berdua telah
berpisah, kecuali apabila di syaratkan oleh salah satu kedua belah pihak, atau
kedua-duanya adanya syarat dalam masa tertentu.
5.
Khiyar
ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda
kualitas dalam jual beli. Contoh, pembelian keramik : ada yang berkualitas
super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara
pasti mana keramik yang super dan berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu
ia memerlukan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini, menurut ulama
Hnafiyah yaitu boleh, dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas
sangat banyak,yang kualitas itu tidak diketahui
secara pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar.
Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia carai sesuai dengan
keperluaanya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.[13]
Akantetapi jumhur ulam fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin
yang dikemukakan ulama hanafiyah ini. Alasan mereka dalam akad jual beli ada
ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas, baik
kualitasnya, maupun kuantitsnya. Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurutmereka
kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas,oleh karena itu ,
ia termasuk kedalam jual beli al-ma’dum (tidak jelas identitasnya) yang
dilarang syara’.[14]
Ulama Hanafiyah yang
membolehkan khiyar ta’yin mengemukakan tiga syarat untuk syah nya khiyar ini,
yaitu:
a.
Pilihan
dilakukan terhadap barang sejenis yang berbeda kualitas dan sifatnya.
b.
Barang
itu berbeda sifat dan nilainya.
c.
Tenggang
waktu untukkhiyar ta’yin itu harus ditentukan, yaitu menurut Imam Abu Hanifah
tidak boleh lebih dari 3 hari.
Khiyar Ta’yin,
menurut ulama Hanafiyah, hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat pemindahan
hak milik yang berupa materi dan mengikat bagi kedua belah pihak, seperti jual
beli.
D. HIKMAH KHIYAR
Diantara hikmah khiyar sebagai berikut :
1.
Khiyar
dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu
suka sama suka antara penjual dan pembeli.
2.
Mendidik
masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli
mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar disukainya.
3.
Penjual
tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli,dan mendidiknya agar
bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
4.
Terhindar
dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada
kehati-hatian dalam proses jual beli.
5.
Khiyar
dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapu ketidakjujuran
ataupun kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan. Dan
penyesalan di salah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan,
kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologi, al-khiyar berarti
pilihan. Secara terminologi, khiyar yaitu mencari kebaikan dari dua perkara,
melangsungkan atau membatalkan (jual-beli) . Atau hak-hak menentuka pilihan
antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad jual beli akan diteruskan
atau dibatalkan.
Hukum khiyar dalam kalanagna ulama
fiqh mubah (diperbolehkan), Karena suatu keperluan yang mendesak dalam
mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Macam-
Macam khiyar :
a.
Khiyar
Majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan
akad, selama keduanya masih berada dalam satu majelis akad (diruangan toko) dan
belum berpisah badan.
b.
Khiyar
‘Aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah
pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada obyek yang
diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad
berlangsung.
c.
Khiyar
Ru’yah, yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau
batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belumia lihat ketika
akad berlangsung.
d.
Khiyar
Syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli
dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk
meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian
hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.
e.
Khiyar
ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda
kualitas dalam jual beli.
Diantara hikmah khiyar sebagai berikut :
Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut
prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
Terhindar dari unsur penipuan dan khiyar dapat memelihara hubungan
baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
DAFTAR PUSAKA
Prof. DR. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A, Fiqh Muamalat, Penerbit: Kencana Prenada Media Group Cipta Jakarta, 2010.
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A, Fiqih Muamalah, Penerbit: Pustaka Setia. Bandung, 2001.
[1] Sayyid
Sabiq, Fiqh sunah, (Beirut: Dar al-fikr, 1983), jilid III, cet. Ke -4, hlm. 164
[2] M. Abdul
Mujieb , kamus istilah fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1,
hlm. 162
[3] Wahbah
al-Zuhaily, Al-fiqh al-islami wa adillatuh, (Beirut: Dar al-fikr al-muashir,
2005), jilid V,cet ke -8, hlm 3516.
[4] Lihat
Amir Syarifuddin, Fiqh muamalah, (Jakarta: Pranada Media, 2003) cet. Ke -1 hlm.
213
[5] Lihat
Abdurrahman al-Jaziri, Alfiqh ‘ala al-Mazahib al-arba’ah, (Beirut: Dar al-Taqwa
, 2003), jilid II, hlm 131. Lihat pula Ibnu Rusyd, Bidayah al-mujtahid, jilid
II, hlm. 157.
[6] Lihat
Nasrun Haroen, Fiqh muamalah,hlm 130.
[7] Sayyid
Sabiq, Op, Ct., hlm. 164
[8] Nasrun
Haroen, Op, cit. Hlm. 136
[9] Abdul
Mujieb, Op, cit, hlm. 162
[10] Nasrun
Haroen, Op, cit, hlm. 136
[11] Ibid,
hlm. 137
[12] Sayyid
Sabiq, Op. Cit., hlm. 165
[13] Nasrun
Haroen, Op. Cit, hlm. 132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar