Kamis, 07 Desember 2017

MAKALAH TENTANG KHIYAR (Fiqih Muamalah)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja. Manusia jga membutuhkan kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan Muamalah.
Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliuran antara penjual dan pembeli, maka diperlukan adanya Khiyar (Pilihan). Oleh sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil judul “ Khiyar” .

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Khiyar?
2.      Apa hukum Khiyar dalam jual beli?
3.      Ada berapa pembagian Khiyar?
4.      Apa hikmah dari Khiyar?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Khiyar.
2.      Untuk mengetahui Hukum Khiyar dalam jual beli.
3.      Untuk mengetahui Pembagian Khiyar.

4.      Untuk mengetahui Hikmah dari Khiyar.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KHIYAR
Kata al- khiyar dalam bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut tranksaksi dalam bidang perdata khususnya tranksaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan tranksaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam tranksaksi dimaksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah mendifinisikan al-khiyar, antara lain menurut Sayyid Sabiq [1] :
الخِيَارُ هُوَ طَلَبُ خَيْرِ الَامْرِ مِنَ الاَمْضَاءِ اَوِالِالْغَاءِ           
“Khiyar ialah mencari kebaikandari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual-beli)”.
M. Abdul Mujieb[2]  mendefinisikan : “Khiyar ialah hak memilih atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apنah akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan”.
Wahbah al-Zuhaily[3] mendefinisikan al-khiyar dengan:
اَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقَدِ الْخِياَرُ بَيْنَ امْضَاءِ الْعَقْدِ وَعَدَمِ اِمْضَا ئِهِ بِفَسْخِهِ رَفْقاً لِلْمُتَعَاقِدَينِ

“Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan tranksaksi untuk melangsungkan atau membatalkan tranksaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”.
Hal khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak rugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiyar oleh syara agar kedua belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad jual belinya, supaya tidak menyesal dikemudian hari,dan tidak merasa tertipu.
Jadi, hak khiyar itu ditetapkan dalam islam untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu segi memang khiyar (opsi) ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi,khiyar ini yaitu jalan terbaik.[4]

B.     HUKUM KHIYAR DALAM JUAL BELI
Hak Khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut islam dibolehkan, apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjualbelikan.
Menurut Abdurrahman al-Jaziri, status khiyar dalam pandangan ulama fiqh adalah di syariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.[5]
Diabad modern yang serba canggih, dimana sistem jual beli semakin mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap diberlakukan, hanya tidak menggunakan kata-kata khiyar dalam mempromosikan barang-barang yang dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik, misalnya : “ Teliti sebelum membeli”. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak khiyar(memilih) dengan hati-hati dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli, sehingga ia merasa puas terhadap barang yang benar-benar ia inginkan.

C.     PEMBAGIAN KHIYAR
Khiyar itu ada yang bersumber dari syara’ sepeti khiyar majlis, aib, dan ru’yah. Selain itu, ada juga khiyar yang bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti khiyar syarat dan ta’yin.[6] Berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut:
1.      Khiyar majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (diruangan toko) dan belum berpisah badan. Artinya tranksaksi baru dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan, atau salah seorang diantara mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan/ untuk membeli.Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Kadang-kadang terjadi, salah satu yang berakad terges-gesadalam ijab atau kabul. Setelah itu, tampak adanya kepentingan yang menurut dibatalkannya pelaksanaan akad.Karena itu, syariat mencarikan jalan baginya untuk ia dapat memperoleh hak yang mungkin hilang dengan ketergesa-gesaan tadi. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hakim bin Hazam bahwa Rasululloh SAW  besabda:

اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَاِر مَالَمْ يَتَفَرَقَا فَاِنْ صَدَقَا وَبَيَنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِي بَيْغِهِمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَباَ مُحِقَتْ بَرْكَةُ بَيْعِهِمَ                                                                                                   
“ Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama belum berpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)

            Artinya, bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak ini mempunyai  hak antara melanjutkan atau membatalkan selama keduanya belum berpisah secara fisik. Dalam kaitan pengertian berpisah dinilai sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dirumah yang kecil, dihitung sejak salah seorang keluar. Dirumah besar, sejak berpindahnya salah seorang dari tempat duduk kira-kira dua atau tiga langkah. Jika keduanya bangkit dan pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum ada.
            Pendapat yang dianggap kuat, bahwa yang dimaksud berpisah disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.[7]
2.      Khiyar ‘aib yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur 1 kg, kemudian satu butir diantaranya telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah menjadi anak ayam. Hal ini sebelumnya tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli. Dalam kasus seperti ini,menurut para pakar fiqh,ditetapkan hak khiyar bagi pembeli. [8]
Jadi, dalam khiyar aib itu apabila terdapat bukti cacat pada barang yang dibelinya, pembeli dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti barang yang baik, atau kembali barang dan uang.[9]
Khiyar Aib ini menurut kesepakatan ulama fiqh, berlaku sejak diketahuinya cacat pada barang yang diperjualbelikan dan dapat diwarisi oleh ahli waris pemilik hak khiyar. Adapun cacat yang menyebabkan mnculnya hak khiyar, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak obyek jual beli itu dan mengurangi nilaninya menurut tradisi paa pedagang. Tetapi menurut ulama Malakiyah dan Syafi’iyah seluruh cacat yangmenyebabkan nilai barang itu berkurang atau hilang unsur yang diiginkan daripadanya.[10]

3.      Khiyar Ru’yah, yaitukhiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.[11]
Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Zahiriyah menyatakan bahwa Khiyar ru’yah disyariatkan dalam islam berdasarkan sabda rasulullah saw yang menyatakan :
                                   
مَنِ ااْشتَرَي شَيْئاً لَمْ يَرَهُ فَهُوَ باِلْخِيَارِ اِذَا رَاَهُ (رواه الدار قطني عن ابي هرىرة )                                                                                                
“ Siapa yang membeli sautu yang belum ia lihat maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu” (HR. Dar al-Quthni dari Abu Hurairah).
Akad seperti ini menurut mereka boleh terjadi disebabkan objek yang akan dibeli itu tidak ada ditempat berlangsungnya akad, atau karena sulit dilihat seperti ika kaleng (sardencis). Khiyar ‘Ruyah, menurut mereka, mulai berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan ia beli.
Akan tetapi, ulam Syafi’iyah,dalam pendapat baru (al-mazhab al-jadid), mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ru’yah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan yang boleh membawa kepada perselisihan. Dan hadis rasulullah saw menyatakan :


“ Rasulullah saw melarang jual beli yang mengandung penipuan”. (HR. Jamaah ahli hadis, kecuali Bukhari)
4.      Khiyar syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.[12]
Contoh Khiyar syarat, seseorang berkata : Saya jual mobil ini dengan harga seratus juta rupiah (Rp. 100.000.000) dengan syarat boleh memilih selama tiga hari. Dalam kaitan ini Rasulullah saw bersabda :




“ Kamu boleh khiyar (memilih) pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam”. (HR Baihaqi)

                                    Hadis dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda :
                                                                        نَهَي رسولُ الله صلي الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ غَرَرٍ

“ Setai dua orang yang melakukan jual beli, belum sah dinyatakan jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar”.
Artinya jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah apabila mereka berdua telah berpisah, kecuali apabila di syaratkan oleh salah satu kedua belah pihak, atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa tertentu.

5.      Khiyar ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh, pembelian keramik : ada yang berkualitas super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik yang super dan berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini, menurut ulama Hnafiyah yaitu boleh, dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak,yang kualitas itu tidak diketahui  secara pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia carai sesuai dengan keperluaanya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.[13]
Akantetapi jumhur ulam fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin yang dikemukakan ulama hanafiyah ini. Alasan mereka dalam akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas, baik kualitasnya, maupun kuantitsnya. Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurutmereka kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas,oleh karena itu , ia termasuk kedalam jual beli al-ma’dum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang syara’.[14]
      Ulama Hanafiyah yang membolehkan khiyar ta’yin mengemukakan tiga syarat untuk syah nya khiyar ini, yaitu:
a.       Pilihan dilakukan terhadap barang sejenis yang berbeda kualitas dan sifatnya.
b.      Barang itu berbeda sifat dan nilainya.
c.       Tenggang waktu untukkhiyar ta’yin itu harus ditentukan, yaitu menurut Imam Abu Hanifah tidak boleh lebih dari 3 hari.
Khiyar Ta’yin, menurut ulama Hanafiyah, hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat pemindahan hak milik yang berupa materi dan mengikat bagi kedua belah pihak, seperti jual beli.

D.    HIKMAH KHIYAR

Diantara hikmah khiyar sebagai berikut :
1.      Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
2.      Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar disukainya.
3.      Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli,dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
4.      Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
5.      Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta  kasih antar sesama. Adapu ketidakjujuran ataupun kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan. Dan penyesalan di salah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.



BAB III
KESIMPULAN

            Secara etimologi, al-khiyar berarti pilihan. Secara terminologi, khiyar yaitu mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual-beli) . Atau hak-hak menentuka pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan.
            Hukum khiyar dalam kalanagna ulama fiqh mubah (diperbolehkan), Karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Macam- Macam khiyar :
a.       Khiyar Majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam satu majelis akad (diruangan toko) dan belum berpisah badan.
b.      Khiyar ‘Aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada obyek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.
c.       Khiyar Ru’yah, yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belumia lihat ketika akad berlangsung.
d.      Khiyar Syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.
e.       Khiyar ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli.
Diantara hikmah khiyar sebagai berikut :
Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
Terhindar dari unsur penipuan dan khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.






DAFTAR PUSAKA
Prof. DR. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A, Fiqh Muamalat, Penerbit: Kencana Prenada Media Group  Cipta Jakarta, 2010.

Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, M.A, Fiqih Muamalah, Penerbit: Pustaka Setia. Bandung, 2001.




[1] Sayyid Sabiq, Fiqh sunah, (Beirut: Dar al-fikr, 1983), jilid III, cet. Ke -4, hlm. 164
[2] M. Abdul Mujieb , kamus istilah fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1, hlm. 162
[3] Wahbah al-Zuhaily, Al-fiqh al-islami wa adillatuh, (Beirut: Dar al-fikr al-muashir, 2005), jilid V,cet ke -8, hlm 3516.
[4] Lihat Amir Syarifuddin, Fiqh muamalah, (Jakarta: Pranada Media, 2003) cet. Ke -1 hlm. 213
[5] Lihat Abdurrahman al-Jaziri, Alfiqh ‘ala al-Mazahib al-arba’ah, (Beirut: Dar al-Taqwa , 2003), jilid II, hlm 131. Lihat pula Ibnu Rusyd, Bidayah al-mujtahid, jilid II, hlm. 157.
[6] Lihat Nasrun Haroen, Fiqh muamalah,hlm 130.
[7] Sayyid Sabiq, Op, Ct., hlm. 164
[8] Nasrun Haroen, Op, cit. Hlm. 136
[9] Abdul Mujieb, Op, cit, hlm. 162
[10] Nasrun Haroen, Op, cit, hlm. 136
[11] Ibid, hlm. 137
[12] Sayyid Sabiq, Op. Cit., hlm. 165
[13] Nasrun Haroen, Op. Cit, hlm. 132
[14] Wahbah zuhaily, op, Cit, jilid v, hlm. 3523.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SAKSI DALAM PERNIKAHAN (Fiqh Munakahat)

SAKSI DALAM PERNIKAHAN Islam adalah agama dan jalan hidup bagi semesta alam yang berdasarkan kepada firman Allah yang termaktub dalam al...